Menyulap Kota Toea Jadi Kawasan Wisata Primadona
~ Wahyu Wibisana ~
Sebagai daerah peninggalan penguasa kolonial Belanda, banyak kalangan meyakini bahwa kawasan Kota Toea merupakan tempat wisata yang memiliki potensi cukup lengkap. Gedung-gedung kuno megah dengan arsitektur khas Belanda (Eropa) terhampar mulai Jalan Pintu Besar (Utara dan Selatan) di Jakarta Barat hingga kawasan Sunda Kelapa di Jakarta Utara.
Bangunan-bangunan ini merupakan bagian sejarah kuat eksistensi Belanda (VOC) yang pernah membangun sebuah kota baru sebagai pusat pemerintahan mereka di sana. Namun yang menarik, di Kota Toea ini kita tak hanya bisa menikmati bangunan tua dengan ornamen-ornamen khas Barat. Karena pada sisi lain, tepatnya di kawasan Glodok, Pancoran, hingga Mangga Dua, kita masih bisa menyaksikan sisa-sisa peninggalan kebudayaan Timur, tepatnya dari daratan China.
Di kawasan tersebut, kita dapat menemukan sejumlah rumah abu dari marga-marga Tionghoa, kelenteng-kelenteng umat Tridarma (Buddisme, Khonghucu dan Taoisme), serta makam tua Kapiten Pertama Tionghoa Souw Beng Kong (Bengcon) sebagai bentuk eksistensi keturunan Tionghoa di daerah ini.
Potensi itu masih ditambah dengan hadirnya kawasan niaga Pecinan (China town) macam Glodok, Pancoran, Toko Tiga, Asemka, hingga Mangga Dua yang masih eksis hingga saat ini. Kawasan niaga Pecinan ini tentu sangat potensial untuk dijadikan sebagai lokasi wisata belanja, karena memiliki keunikan tersendiri di tengah berdirinya mal-mal modern. Tak heran kalau Kota Toea masih tetap memiliki potensi untuk “dijual” sebagai salah satu kawasan wisata primadona di DKI Jakarta.
Sayangnya, tidak tertatanya area ini membuat orang enggan melihatnya sebagai objek wisata utama, meski punya segudang potensi.
Berdasarkan kenyataan ini, Sinar Harapan mengadakan diskusi kecil tentang kawasan wisata potensial ini pada Rabu (12/3). Hadir dalam acara ini sejumlah tokoh pemerhati sejarah dan budaya Indonesia seperti dr Firman Lubis dan dr Rushdy Hoesin; Kepala Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI Jakarta Aurora Tambunan; aktivis Komite Evaluasi Lingkungan Aca Sugandha, serta tokoh-tokoh pedagang kawasan Glodok yang tergabung dalam Paguyuban Kota Toea.
Perlu Penyelamatan
Dalam diskusi tersebut, sejumlah tokoh sepakat tentang perlunya upaya “menyulap” Kota Toea menjadi kawasan wisata primadona. Karena selain punya nilai historis, kawasan ini juga memiliki potensi ekonomi tinggi, terutama dalam sektor wisata dan niaga.
“Image (citra) Kota Toea harus dibangun kembali, karena dengan terbangunnya image ini, juga akan menimbulkan nilai-nilai ekonomi,” tutur Aca Sugandha. Selain itu, pemerintah daerah juga harus punya political will (kemauan politik) terhadap area ini. Meski ada sejumlah aturan tentang pengawasan bangunan cagar budaya, pelaksanaannya di lapangan masih kurang diperhatikan.
Pengamat sejarah Firman Lubis menyatakan bahwa selain political will, Pemda DKI Jakarta harus melihat Kota Toea sebagai potensi wisata primadona. Jika “kejayaan” kawasan Kota Toea bisa bangkit kembali, Pemda DKI akan banyak mendapatkan manfaat.
“Selain itu, perlu ada penataan kawasan ini secara konsisten. Manfaatkan kawasan ini secara maksimal termasuk kemungkinan membangun wisata air karena adanya anak Sungai Ciliwung di sana,” jelasnya.
Firman menyatakan menetapkan kawasan Glodok menjadi kawasan Pecinan bisa dijadikan salah satu alternatif seperti di negara-negara lain. Pendapat senada juga dilontarkan Rushdy. Menurutnya, di luar negeri kehadiran Pecinan selalu menjadi daya tarik tersendiri dan ramai dikunjungi para wisatawan. Maka Pemda DKI Jakarta bisa mencontohnya dengan menetapkan kawasan Glodok menjadi daerah “Pecinan resmi”.
Sementara itu, Made Budi dari Paguyuban Kota Toea menyatakan tentang perlu ada sejumlah kebijakan penting yang dilakukan oleh Pemda DKI untuk membangkitkan kembali kawasan Kota Toea, khususnya kawasan Glodok seperti dahulu. “Selama ini Kota Toea, khususnya Glodok, telah berubah menjadi kawasan yang semrawut. Para pedagang ingin kawasan ini ditertibkan kembali sehingga Glodok dapat menjadi daerah tujuan,” papar Budi.
Dia menuturkan selama ini ada sejumlah “batasan” yang membuat kawasan ini tak dapat pulih seperti para era kejayaannya dulu. Peraturan lalu lintas 3 in 1, lebih baik dihapuskan di kawasan ini. “Sebab banyak calon pembeli enggan datang karena persoalan 3 in 1, sehingga mereka lebih memilih berbelanja ke kawasan lain,” imbau perwakilan para pedagang Glodok ini.
Menanggapi semua usulan tersebut, Kepala Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI Jakarta Aurora Tambunan menyatakan bahwa Pemda DKI Jakarta memang mengharapkan banyak masukan dari masyarakat soal penataan Kota Toea. Dalam waktu dekat, Pemda DKI juga menyiapkan master plan kawasan Kota Toea. Dalam rencana besar itu, Pemda DKI Jakarta akan menjadikan kawasan tersebut menjadi daerah wisata budaya.
Untuk penataan, pihaknya telah melakukannya sejak tahun 2006. Hanya saja, saat ini revitalisasi Kota Toea yang dilakukan masih bersifat pembangunan fisik seperti membenahi jalan dan memasang sejumlah lampu hias hingga ke Jembatan Kota Intan.
Selain itu, penyediaan angkutan publik seperti Transjakarta (busway) dan kereta wisata untuk mengelilingi Kota Toea secara gratis dan pembenahan masalah keamanan juga menjadi prioritas. “Kami juga akan menyiapkan sejumlah kegiatan pada akhir pekan, sehingga akan memancing orang untuk datang ke sana,” kata Aurora.
Aurora juga menuturkan bahwa selain program fisik, pihaknya juga akan melakukan revitalisasi ekonomi di kawasan tersebut, namun dilakukan secara bertahap dan perlu mendapat dukungan semua pihak termasuk investor. “Yang paling penting adalah menumbuhkan rasa kepedulian semua pihak untuk menjaga aset-aset di Kota Toea, dengan merawat bangunan-bangunan yang masih tersisa,” kata wanita yang kerap dipanggil Lola ini. [Sinar Harapan]
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
test
0 comments:
Post a Comment