Bila Meneruskan Rencana Ali Sadikin, Saya Percaya…

Adolf Heuken adalah sejarawan kelahiran Jerman yang banyak meneliti dan menulis sejarah Jakarta. Saat membicarakan masalah kota tua dan revitalisasinya, kritik dan pendapatnya mengalir lancar. Di hari pertama bulan Desember, jurnalis Bataviase Nouvelles, Basilius Triharyanto, mewawancarainya. Berikut laporannya :

03f-heuken.jpg

Rambutnya memutih. Kaca mata tebal. Kaos berkerah dengan celana kain panjang. Dari ruang tengah ia membuka pintu dan mengajak saya ke kamar kerjanya.
Lampu penerang di atas meja tetap menyala. Kertas-kertas kerja dan data berserakan. buku-buku menumpuk kurang rapi. Kaca pembesar masih tergeletak di atas meja, tepat di dekat tape recorder saya.

Adolf Heuken sedang menyelesaikan revisi sebuah buku untuk edisi ke 7. Sejak pagi itu, ia menulis. Siaw Ni, pegawainya selalu sampaikan Pater masih menulis tidak bisa diganggu. Tepat pukul 10.30, sesuai janji, saya mulai menghidupkan tape recorder. Dan suara tegas, berapi-api, membuka wawancara di rumahnya di Jalan Muhamad Yamin, Jakarta.

Bagaimana Anda melihat kota tua dari masa ke masa?
Kalau saya lihat kota, yang dulu disebut Batavia, dan sesudah saya kumpul bahan dari abad-abad sebelumnya, saya melihat bahwa kota ini mengalami perubahan besar. Dulu abad 17 dibangun lebih bagus. Tapi karena kota ini tetap di pantai dan karena nyamuk timbul pada awal abad ke 18, orang tinggalkan Kota karena terlalu banyak yang mati. Orang tinggalkan Kota dan hanya menjadi tempat kerja. Orang pindah ke Selatan ke Hayam Wuruk dan ke Gajah Mada. Dan akhirnya ke Weltebreden (sekarang Jakarta Pusat).
Pada abad 20, Belanda menghidupkan kembali Kali Besar. Kantor-kantor dan tempat usaha lain dibangun dan daerah itu tidak jadi tempat tinggal lagi. Daerah hunian pindah ke di Glodok dan Pinansia di sebelah Selatan, yang kemudian menjadi pusat usaha, bisnis, dan administrasi.
Masa 1950-an Kota Praja Jakarta ditelantarkan, terkecuali gubernur Ali Sadikin. Ia adalah satu-satunya gubernur yang punya perhatian terbaik dan nyata. Setelah Ali Sadikin mundur, Kota jadi terlantar.
Saya tahu ada pihak swasta yang merasa kota tua adalah satu aset Jakarta, sehingga harus direvitalisasi lagi. Saya harap direvitalisasi dengan baik. Gedung sejarah, museum, dan perkantoran bisa hidup kalau ada usaha. Tidak bisa hidup kalau hanya dari kenangan sejarah.
Masalahnya kalau direvitalisasi, mungkin banyak bangunan lama yang dirusak karena orang tidak tahu. Atau karena mereka tak peduli, karena nafsu uang. Orang yang punya uang biasanya bukan dari Jakarta tapi dari luar. Karena itu mereka tidak tahu tentang sejarah, maka mereka sebaiknya berhati-hati kalau ingin merevitalisasi.
Revitalisasi harus direncanakan dengan baik. Saya sangsikan kemampuan DKI untuk mengawasi revitalisasi. Menurut pengalaman, DKI banyak menghancurkan gedung tua, tanpa alasan yang perlu. Sehingga dari pengalaman di masa lalu, saya sedikit kurang percaya bahwa revitalisasi dijalankan dengan baik. Tapi tidak ada jalan lain, mau tidak mau DKI harus terlibat mengawasinya. Harus juga memberi batas-batas. Semoga Gubernur yang akan datang memperhatikan kota tua itu.

Pemerintah DKI melanjutkan revitalisasi yang dilakukan oleh Ali Sadikin. Apa pendapat Anda?
Kalau itu benar rencana Ali Sadikin dilanjutkan, saya percaya. Sebab, Ali Sadikin bikin beberapa tindakan yang tepat. Memugar gedung, mengosongkan lapangan, bersihkan kali. Hal seperti ini dulu baik. Sayang, masanya tidak cukup lama untuk menyelesaikannya. Kalau DKI meneruskan pekerjaan nyata Ali Sadikin, akan menjadi baik. Saya ada harapan.

Pedestrian dari Pintu Utara Kali Besar sampai depan Cafe Batavia. Komentar Anda?
Memang daerah kanan kiri dari Kali Besar itu pusat kota Batavia. Dulu ada tempat tinggal elite. Sesudahnya menjadi daerah komersial, karena muncul bank-bank, niaga, dan bermacam usaha. Sebagian masih ada. Ada yang tua seperti Toko Merah dari abad ke-18. Di samping bangunan Toko Merah juga bangunan abad ke 18. Di belakang gedung-gedung tinggi itu ada sejarah penting di Jakarta.
Gedung-gedung lain, khususnya di sebelah timur dibangun pada abad 20 dalam gaya yang cukup penting dan cukup bermutu. Dalam masa sekarang gaya bangunan yang dulu digunakan di Belanda, dipakai di sini juga dengan penyesuaian daerah tropis.
Baik kalau dipugar dan digunakan. Gedung dipugar dan tinggal kosong is nonsense. Dipugar sesuai dengan bentuk historisnya. Tetapi sekaligus disesuaikan dengan rencana penggunaannya. Gedung itu mau dipakai untuk apa? Kan ini berbeda. Memugar gedung untuk sekolah, berbeda digunakan sebagai kantor. Dalam pemugaran gedung sekaligus dipikirkan sesudah dipugar dipakai untuk apa. Kalau hanya dipugar tinggal kosong, beberapa tahun lagi akan ditelantarkan.

Apakah sebaiknya dikembalikan fungsinya seperti pada abad 17-an?
Tidak bisa. Abad ke 17-an atau 18-an adalah daerah Kota sekaligus tempat tinggal, usaha dan administrasi. Ini tidak bisa lagi. Saya masih mengalami pada tahun 70-an semua bank, semua kantor besar pindah ke pusat Gambir atau lebih ke Selatan lagi. Dikembalikan ke sana tidak mungkin. Yang mungkin adalah usaha baru, atau cabang yang ada di pusat. Dan itu bisa akan berhasil kalau akses mudah dan cepat.
Masalahnya, lalu lintas ke kota lewat Glodok. Glodok selalu macet. Kalau mau ke Kota atau keluar dari Kota mesti ke Glodok atau lewat Mangga Dua. Selalu kena macet. Kalau kemacetan di sekitar Glodok tidak diatasi, Kota tidak akan pernah direvitalisasi. Mungkin dipugar tapi 5 tahun lagi sudah tidak berguna lagi. Berapa kali demikian. Kali Besar sudah dipugar tahun 80-an, sebentar lagi kotor dan telantar karena tidak hidup.
Orang tidak mau ke Kota untuk berbisnis atau mengunjungi tempat usaha, kalau tidak mudah ke sana. Itu masalah lalu-lintas ke kota harus diselesaikan dan harus disediakan tempat parkir. Kalau mau seperti kota di Eropa, pusat kota menjadi daerah pedestrian, lalu lintas tidak boleh masuk. Tapi di sekitarnya harus ada tempat parkir mudah dan tidak terlalu mahal. Lalu dari tempat parkir yang gampang, saya bisa menuju tempat yang saya mau.
Kedua, harus aman. Daerah Pasar Ikan tidak aman. Siapa waktu malam hari mau ke sana? Tidak ada lampu. Gelap. Masalah preman. Ini harus diatasi dulu, kalau merevitalisasi Kota. Kali Besar bau setengah mati, air terkena minyak dan segala macam kotoran. Kali Besar harus dibersihkan. Harus alirkan air yang cukup bersih.
Masih banyak masalah yang harus dipikirkan sebelum mengerjakannya. Apa DKI mau, apa DKI mampu? Ini investasi yang tidak langsung bawa untung. Jangan langsung untung, baru beberapa bulan ingin dapat duit. Tidak mungkin.
Maka harus ada rencana jangka panjang. Harus ada political will merelakan sesuatu yang berarti bagi kita walaupun tidak langsung menghasilkan untung. Orang Jakarta mau untung. Hari ini mau nanam uang, besok mau untung. Cepat. Ini tidak bisa.

Bagaimana Anda memandang bangunan tua yang difungsikan sebagai museum?
Di kota ada Museum Sejarah Jakarta, adalah sangat baik. Ada Museum Wayang, Museum Maritim di Pasar Ikan, Museum Adam Malik. Lalu di gedung Bank Mandiri mau dibuat museum lagi. Saya tidak tahu museum apa. Saya punya kesan museum di Jakarta kurang dikunjungi. Karena orang punya kesan, museum itu membosankan. Tidak menarik.
Nah, kalau mau bangun museum orang harus punya barang yang dipamerkan, sehingga orang senang ke sana. Suasana dalam museum harus benar-benar senang. Jendelanya harus terbuka, harus ada cahaya, tulisan, dan punya cara memunculkan kesan menarik pada koleksi. Malah kadang-kadang ada koleksi yang semestinya diganti.
Manajemen museum tidak mudah. Saya lihat beberapa museum kota di Eropa. Saya bisa setiap hari kesana. Begitu menarik caranya. Singapore pun punya museum sejarah. Di sana tidak banyak barang kuno, tapi replika barang kuno. Ide cara memamerkan sangat menarik. Ada efek lampu, dengan penerangan, soundsystem, ac. Sangat bagus dan penuh pengujungnya.
Kenapa di sini tidak bisa? Museum di Singapore itu gayanya menarik. Tetapi kalau museum penuh debu, tidak ada informasi-informasi yang menarik, siapa mau? Hanya anak-anak yang dipaksa ke sana untuk belajar. Semacam seni, seni mengatur museum. Mulai, sewaktu ibu Tini pengurus Museum Sejarah semakin baik. Saya harap kepala baru meneruskannya.
Museum Bahari juga cukup baik. Museum harus demikian menarik. Museum baru, misalnya museum keuangan saya tidak bisa bayangkan kalau museum keuangan menarik banyak orang. Sekali mungkin ke sana. Lalu mau apa lagi?
Mengapa bukan museum tentang perbankan dari yang detil-detilnya? Tentang peran uang. Tentang bagaimana uang menentukan hidup kita. Ini yang menyentuh kehidupan orang sehari-hari. Supaya orang lihat fungsi bank dalam masyarakat. Fungsi uang dalam masyarakat. Kalau memamerkan uang koin, this is bosen.

Sekarang ada pembangunan terowongan penyeberangan orang. Ditemukan batu-batu dan kayu jati kuno. Pendapat Anda?
Terowongan di Stasiun Beos saya dengar. Saya belum lihat ke sana. Kalau ketemu sesuatu disana sebagai pondasi. Apalagi pondasi batu dipasang atas balok, berarti biasanya abad 17. Kalau itu dari abad 17 di sana ada pintu utama dari tembok Batavia keluar dari Kota ke arah selatan, dan ada rumah sakit.

Apa indikasi dari temuan itu?
Kalau hal seperti ini ditemukan, panggil arkeolog dan sejarawan. Tentukan dulu itu apa. Lalu kalau berharga bikin dokomentasi. Nah sesudahnya tentukan apa perlu bongkar atau tidak. Tapi hanya ambil keputusan dari tahu itu apa. Masih pantas dijaga atau dibongkar?
Di kota Jerman masih ada beberapa tembok zaman Romawi. Berarti 2000 tahun yang lalu. Di sana ada sisa tembok zaman Romawi, dipasang dalam rumah baru dan ada papan dengan tulisan bagian tembok ini ada dari abad kedua atau abad pertama sesudah Masehi. Kenapa di sini tidak bisa? Di Yerusalem ada tembok masa Raja Daud, sekitar abad ke 7 sebelum Masehi dijaga dengan baik-baik dan dilengkapi dengan tulisan. Diatasnya ada sisa tembok Romawi sebelum Masehi dan sesudah Masehi. Sesudahnya ada tembok pada masa Perang Salib. Semua orang bisa lihat. Sejarah bisa dilihat dan dipegang. Orang menjadi bangga!.

Lalu jika ada temuan semacam itu, lebih baik diangkat atau ditinggal di situ?
Kadang-kadang, karena mesti harus bangun baru. Tinggalkan sedikit dari yang lama dan integrasikan dalam bangunan baru. Lalu tulis kenapa dalam bangunan baru ini ada batu-batu kuno? Tulislah ini sisa dari itu. Bisa dari gedung baru, bisa dari sisa gedung itu atau bangunan yang 200-300 tahun lebih tua dan memberikan informasi kenapa itu ada. Ini menarik dan penting.
Memang itu jalan di sebelah Selatan Stasiun Beos adalah batas Kota Batavia selama 2 abad. Waktu itu di Gambir masih ada hutan, masih adah celeng, harimau. Dan, tidak aman tinggal di situ. Kalau kita tidak punya bukti, tidak punya sesuatu untuk dilihat dan diraba sekarang orang tidak percaya. Orang tidak bisa bayangkan masa lalu. Tapi kalau dilihat di sini dulu batasnya masih ada. Di sebelah selatan ada apa, ada kebun, hutan, buaya. Ini sejarah menjadi hidup. Perkembangan bisa dilihat. Tapi kalau semua ini hilang, ya kita dicocoki dengan dongeng, dengan pahlawan-pahlawan yang tidak pernah ada.

Tindakan yang perlu dilakukan untuk menyelamatkan Kota Tua?
Pertama kota sebagai keseluruhan harus dijaga, lain daripada yang lain. Kalau saya di Jakarta, tinggal di Menteng. Menteng dulu lain dari Kebon Sirih, lain di daerah Senen. Sekarang, Menteng jadi seperti Glodok. Gedung lama dibongkar, gedung tinggi dibangun, tanah hijau jadi tempat parkir. Nah, akhirnya saya tinggal di Glodok sama dengan di Menteng. Seluruh Jakarta ini sama, bosan. Sehingga Jakarta yang luas ini tidak punya kekhasan. Ini dulu Pecinan, Kampung Ambon. Ini dulu Kampung Jawa, daerah pertokoan, ini daerah rumah sakit dengan laboratorium.
Semua seperti Glodok.
Mentalitas Jakarta seperti Glodok, duit. Ya pegawai, pejabat pikir duit aja. Ini kota jadi rusak. Jadi bosan! Karena tidak punya kekhususan. Nah kota itu daerah sangat khusus di segala Jakarta. Maka Jagalah! Jagalah revitalisasi supaya orang mau ke sana. Jangan bikin semua sama rata, seperti gado-gado semua masuk. Semua sama aja. Nothing special.

Artikel terkait:
Menghidupkan sejarah Kota Tua
Ratu Timur kan bersolek
Bisakah Oud Batavia diselamatkan?
Pedestrian. Awal sebuah impian besar.
Belajar dari pedestrian Eropa
2007. Upaya menarik swasta ke Kota Tua
Adolf Heuken: Bila Meneruskan Rencana Ali Sadikin, Saya Percaya…
Adolf Heuken: Tak mau menjual dongeng

0 comments:

test