Mengenang pedestrian Eropa untuk Kota Tua

Menggembirakan sekali mendengar ekskavasi arkeologi jalan trem di Kota Tua akan segera selesai September nanti. Ini mengingatkan pada harapan-harapan di edisi 3 Bataviase Nouvelles yang belum sempat diblogkan :


Datanglah ke Marienplatz [plaza Maria - foto atas] Muenchen, Jerman. Tidak jauh dari Hauptbahnhof, stasiun kota. Jika cuaca bagus, dipastikan kawasan ini dipenuhi pejalan kaki. Di satu sudut kita bisa menjumpai anak-anak muda bermain band, unplugged. Di sudut lain, kadang kita jumpai pengamen-pengamen dengan biola dan bas betot melantunkan Blue Danube, komposisi klasik Johan Strauss. Mereka dikerubungi penonton, tapi juga sering bermain sendirian. Tak jadi soal.

Ada sesuatu yang unik di sini. Menjelang jam 11 siang, pengunjung di Plaza ini pasti berkerumun menantikan jarum jam tepat ke angka 11. Itulah saat glockenspiel [foto kiri] yang termasyhur berbunyi, dengan boneka-boneka kecil menari berkeliling. (Jakarta punya kopinya di Plaza Senayan).

Banyak kota tua Eropa yang dijadikan kawasan pedestrian, yang makin lama semakin terkenal. Keindahan bangunan masa lalu bisa dinikmati sambil berjalan-jalan tanpa khawatir tersambar sepeda motor atau dijambret.

Di Brussel, Belgia, sasaran pertama para wisatawan adalah Grotte Markt [foto atas], pedestrian di kawasan kota berusia seribu tahun. Berjalan mengagumi berbagai bangunan gothic di sini terasa cepat lapar. Pasalnya di setiap sudut dan trotoar digelar kafe dengan aroma menggoda. Belum lagi berbagai bentuk kreasi coklat Belgia yang dikenal lezatnya dipajang di etalase.

Jika kota lain terkenal dengan monumen atau bangunan besar, Brussel dikenal dengan Manneken Pis [foto kiri], patung mungil sedang pipis. Tingginya cuma 60 cm tapi perungu tahun 1619 ini menghasilkan devisa lebih besar dari Monas. Berbagai suvenir laku keras, dari t-shirt, gantungan kunci, sampai replika Manneken Pis yang terbuat dari segala jenis materi. Bahkan ada Manneken Pis seukuran asli terbuat dari coklat.

Ketika mendengar Kota Tua Jakarta hendak dijadikan kawasan pedestrian, terbayang suasana pedestrian di Eropa. Jika seluruh kawasan sudah didandani, berjalan-jalan di Kota Tua menjadi sangat menarik. Pasti banyak hal positif dan kreatif bisa berkembang dengan sendirinya.
Terbayang di sana para turis bisa asyik mengagumi atraksi barongsai; mengerumuni kelompok musik keroncong Tugu; atau serius mengamati jejak sejarah di profil bangunan tua.
Para pejalan kaki di pedestrian Kota Tua nantinya semuanya perlu diposisikan sebagai customer yang menikmati keindahan. Jangan mereka disepelekan, jangan sampai di tengah-tengah para pejalan itu tiba-tiba ada sebuah mobil ingin bongkar muat nyelonong di situ. Jangan sampai ada sampah menyengat. Kebersihan akan membuat nuansa jalan-jalan semakin mengasyikan.

Bus yang direncanakan beroperasi di kawasan Kota Tua [foto atas] merupakan gagasan menarik. Desainnya mengingatkan pada trem, mungkin jika meniru trem sampai ke detilnya akan punya fungsi lebih. Ia akan menjadi replika bergerak, penumpang pun akan bisa belajar banyak tentang sejarah trem di Jakarta [foto bawah]. Apalagi kalau bahan bakarnya ramah lingkungan. Mobil-mobil kuno, bisa dioperasikan sebagai taxi eksklusif. Dengan taxi itu penumpang bisa menyelusuri seluruh sudut kawasan Kota Tua. Tarifnya bisa semahal naik gondola di Venesia, misalnya…

Artikel terkait:
Menghidupkan sejarah Kota Tua
Ratu Timur kan bersolek
Bisakah Oud Batavia diselamatkan?
Pedestrian. Awal sebuah impian besar.
Belajar dari pedestrian Eropa
2007. Upaya menarik swasta ke Kota Tua
Adolf Heuken: Bila Meneruskan Rencana Ali Sadikin, Saya Percaya…
Adolf Heuken: Tak mau menjual dongeng

0 comments:

test